DE
JAVU
Nama
yang sama, sifat yang sama, dan akhir cerita yang sama
Menyedihkan
Bulan Juli adalah bulan yang mengawali
kisah yang mungkin sudah berakhir saat aku menulis cerita ini di bulan
November. Aku lupa tanggal tepatnya mengenal dia, yang aku tahu pasti, aku
mengenalnya dia sebuah platform micro blogging. Awalnya nampak biasa saja,
melihat update-annya tiap hari bukanlah hal yang membosankan bagiku saat itu. Mungkin
ini pertanda I was fell in love with someone stranger dan lucunya perasaan ini
muncul padahal aku sama dia belum sama sekali kenal. Mungkin sekitar minggu
lebih, sekitar pukul 22:00 Wita aku melihat dia memposting sesuatu di media
sosialnya. Saat itu, aku mulai berpikir untuk mengirimkan sebuah direct message
ke dia, tapi aku urung melakukannya. Satu yang kupikir, malu !!! tapi apa daya
rasa ingin ku lebih besar daripada malu yang selalu aku pertahankan. And finally,
I was sent a message. Pikirku, pesan ini mungkin tidak akan dibalas, siapalah
aku yang bukan siapa – siapa. Orang yang hanya mememdam rasa, hanya melihat
melalui foto, dan kenal juga tidak. Tapi, setelah beberap menit, sebuah
notifikasi pesan masuk dan ternyata dia membalasnya. Mungkin itulah cikal bakal
aku dan dia mulai saling kenal saat itu. Mungkin aku terlau bodoh, sampai benar
– benar memiliki perasaan sama orang yang hanya bisa aku lihat melalui foto
saat itu. LOL...
Beberapa hari kami berdua mengobrol
melalui media sosial itu, tanpa pernah bertukar nomor telpon untuk mengobrol
lebih lanjut. Rasa ingin minta tapi takut, takut aku salah orang. Dan yang
pasti takut kecewa. Makanya aku mengurungkan niat untuk meminta nomor
pribadinya sampai pada saat waktu yang
tepat. Aku percaya, waktu itu akan tiba cepat atau lambat. Cerita ini kembali
berlanjut, suatu waktu di jam istirahat aku melihat pesannya bahwa dia memiliki
tiket bioskop dua dan memintaku untuk menemaninya. Saat membaca pesan itu, aku
bahagia minta ampun, lagi lelah – leahnya dengan pekerjaan saat itu tiba – tiba
dapet pesan dari yang hmm... bisa dibilang spesial-lah untuk versi saya
sendiri, bukan versi dia. Dengan cepat aku membalas pesan tersebut, “iya....
boleh “ balasku. Namun kecewa minta ampun, ternyata dia sudah mengajak temannya
untuk menonton dengan alasan aku terlalu lama membalas pesannya. Yah saat itu,
cukup kecewa, soalnya jika saat itu aku dan dia jadi nonton, itu adalah pertama
kalinya aku bertemu dengan dia. Aku ingin menjelaskan kepada dia mengapa aku
balas pesannya lambat, tapi percuma juga toh dia juga sudah mendapat teman
nonton. Padahal pekerjaanku memang tak bisa menggunakan handphone diruangan
untuk alasan keamanan. Tapi ah sudahlah, mungkin saat itu bukan jodoh untuk
bertemu dia. Rasa kecewa ada tapi aku harus tahu diri, aku hanya seorang
stranger yang hanya kenal dia di media sosial saja.
Beberapa hari aku dan dia tidak saling
mengirim pesan lagi, aku juga malu untuk mengirim pesan ke dia. Takutnya aku
disangka terlihat mengejar dia. Tapi memang sih, hahaha. Mungkin sekitar 3 hari
pas aku istirahat siang, bergegas mengambil handphone di loker, wah ternyata
ada notifikasi pesan yang masuk, dan ternyata itu dari dia. “pian, aku lagi ada
dikantormu ada kegiatan” ujarnya. Pas baca pesan itu aku dengan sangat cepat
membalas pesannya “lantai berapa? Acara apa?” balasku dengan cepat. Tapi sayangnya
dia hanya membaca tapi tidak membalas. Dipikiranku saat itu, mungkin aku
kehilangan kesempatan lagi untuk bertemu dia, padahal dia sudah ada ditempat
yang sama denganku saat itu. Yah mungkin bukan jodoh untuk ketemu kesekian
kalinya.
Singkat cerita, saat yang tak pernah aku
sangka, aku bertemu dia disuatu tempat, dengan kegiatan yang sama. Nah, saat
itu aku berpikir, mungkin ini adalah waktu yang paling tepat setelah waktu yang
gagal sebelumnya. Di tempat itulah awal mulanya aku mulai bebricara dengan dia
walaupun masih topik seputar pekerjaan. Beberapa hari kemudian, kami berdua
keluar untuk makan malam seusai jam kantor. Dan pertemuan yang semakin intense
itulah yang mungkin membuat aku yang awalnya mengangguminya kemudian aku benar –
benar menyukainya. Namun aku tak berani mengutarakan perasaanku ini kepadanya.
Satu bulan telah berlalu, hampir setiap
hari aku dan dia bertemu. Suatu waktu, aku berani menyatakan perasaanku ke dia.
Mungkin ini yang dinamakan ekpektasi yang tak sesuai dengan realita, iya dia
ternyata hanya menganggapku tak lebih dari sekedar teman saja. Iya, sedih!!! Orang
yang selama ini aku kagumi hanya menganggapku seorang teman. Tapi aku tak bisa
apa – apa. Aku tak bisa memaksakan orang untuk menyukai. Iya mungkin benar kata
orang, tidak semua rasa akan terbalaskan, baik kepada kita belum tentu dia juga
memiliki rasa yang sama. Ya sudah, aku bisa apa saat itu. Aku memutuskan untuk
pergi tapi itu mungkin sebuah keputusan yang salah buatku. Ternyata, aku memang
masih menyukainya sampai saat aku menulis cerita ini hari ini.
Sekarang aku dan dia tidak lagi sama, obrolan
kami hanya sekedar basa basi, mungkin ini salahku yang memutuskan untuk pergi. Mungkin
ini karena sifat egoisku sehingga dia tak menyukaiku lagi. Aku dan dia di bulan
november tak lagi sama dengan dia dan aku dibulan agustus. Kami tak lebih dari
hanya orang asing yang tak lagi saling mengenal. Memang berat rasanya mengambil
keputusan ini, tapi untuk apa jika hanya aku sendiri yang berjuang. Untuk apa
juga memperjuang orang yang sama sekali tidak ada rasa peduli. Tapi,bagaimana
jika dia yang membuatku sedih tapi ternyata dia sumber bahagiaku ? aku bisa apa
saat ini. Dia juga hanya menerima dengan senang hati keputusan ini tanpa
menyanggah sedikitpun. Mungkin itu pertanda bahwa memang aku yang harus tahu
diri. Sekarang aku ingin mendengar suaranya pun aku takut untuk mengatakan,
apalagi meminta dia untuk bertemu. Akhirnya, aku sudah tak punya orang yang
selalu ada untuk aku. Di kota ini, aku merasa sendiri lagi. mungkin aku kurang beruntung dengan nama tersebut, akhirnya kisah ini berakhir pada orang yang berbeda namun dengan sifat sama.... tetntu akhir yang sama menyedihkan...
“pernah merasa kurang, ketika ada hari
tanpa mata yang saling memandang. Namun itu dulu. Perna merasa cemas, ketika
sebuah pesan yang lama terbalas, namun itu dulu. Pernah sebegitu rindu,
sekalipun baru saja bertemu, Namun itu dulu. Pernah sebegitu bermimpi, bahwa
nanti dalam setiap bait – bait doa yang aku rapikan, kamu adalah orang yang
senantiasa meng-aminkan, namun itu dulu. Kini, kamu adalah kurang, yang tidak
akan lagi lebih di mataku sekarang. Kini, kamu adalah cemas, yang memang
seharusnya untuk aku lepas. Kini, kamu adalah rindu, yang tidak ingin lagi ku
wujudkan dalam sebuah temu. Kini, kamu adalah mimpi dan akan tetap jadi mimpi
yang tak lagi punya arti. Karena pada akhirnya, aku memilih berhenti, sebab ada
seseoramg yang kamu anggap lebih berarti. Pada akhirnya, aku memilih rela,
sebab ada seseorang yang kamu anggap lebih bisa membuatmu tertawa dalam
bahagia. Dan pada akhirnya, aku mengaku kalah,karena dia adalah rumah yang kamu
anggap lebih indah. Karena pada akhirnya kita kembali lagi seperti dulu,
sebagai orang asing yang saling pergi dari hati masing – masing. Yang akhirnya
terlepas.....”
Namun satu hal yang harus kamu ketahui,
sampai saat ini rasa ini tetap sama walau aku yang mengambil keputusan ini. Iya,
aku rindu !
Woow.. nice story����
BalasHapus