Senin, 05 November 2018

DE JAVU

DE JAVU
Nama yang sama, sifat yang sama, dan akhir cerita yang sama
Menyedihkan

Bulan Juli adalah bulan yang mengawali kisah yang mungkin sudah berakhir saat aku menulis cerita ini di bulan November. Aku lupa tanggal tepatnya mengenal dia, yang aku tahu pasti, aku mengenalnya dia sebuah platform micro blogging. Awalnya nampak biasa saja, melihat update-annya tiap hari bukanlah hal yang membosankan bagiku saat itu. Mungkin ini pertanda I was fell in love with someone stranger dan lucunya perasaan ini muncul padahal aku sama dia belum sama sekali kenal. Mungkin sekitar minggu lebih, sekitar pukul 22:00 Wita aku melihat dia memposting sesuatu di media sosialnya. Saat itu, aku mulai berpikir untuk mengirimkan sebuah direct message ke dia, tapi aku urung melakukannya. Satu yang kupikir, malu !!! tapi apa daya rasa ingin ku lebih besar daripada malu yang selalu aku pertahankan. And finally, I was sent a message. Pikirku, pesan ini mungkin tidak akan dibalas, siapalah aku yang bukan siapa – siapa. Orang yang hanya mememdam rasa, hanya melihat melalui foto, dan kenal juga tidak. Tapi, setelah beberap menit, sebuah notifikasi pesan masuk dan ternyata dia membalasnya. Mungkin itulah cikal bakal aku dan dia mulai saling kenal saat itu. Mungkin aku terlau bodoh, sampai benar – benar memiliki perasaan sama orang yang hanya bisa aku lihat melalui foto saat itu. LOL...


Beberapa hari kami berdua mengobrol melalui media sosial itu, tanpa pernah bertukar nomor telpon untuk mengobrol lebih lanjut. Rasa ingin minta tapi takut, takut aku salah orang. Dan yang pasti takut kecewa. Makanya aku mengurungkan niat untuk meminta nomor pribadinya  sampai pada saat waktu yang tepat. Aku percaya, waktu itu akan tiba cepat atau lambat. Cerita ini kembali berlanjut, suatu waktu di jam istirahat aku melihat pesannya bahwa dia memiliki tiket bioskop dua dan memintaku untuk menemaninya. Saat membaca pesan itu, aku bahagia minta ampun, lagi lelah – leahnya dengan pekerjaan saat itu tiba – tiba dapet pesan dari yang hmm... bisa dibilang spesial-lah untuk versi saya sendiri, bukan versi dia. Dengan cepat aku membalas pesan tersebut, “iya.... boleh “ balasku. Namun kecewa minta ampun, ternyata dia sudah mengajak temannya untuk menonton dengan alasan aku terlalu lama membalas pesannya. Yah saat itu, cukup kecewa, soalnya jika saat itu aku dan dia jadi nonton, itu adalah pertama kalinya aku bertemu dengan dia. Aku ingin menjelaskan kepada dia mengapa aku balas pesannya lambat, tapi percuma juga toh dia juga sudah mendapat teman nonton. Padahal pekerjaanku memang tak bisa menggunakan handphone diruangan untuk alasan keamanan. Tapi ah sudahlah, mungkin saat itu bukan jodoh untuk bertemu dia. Rasa kecewa ada tapi aku harus tahu diri, aku hanya seorang stranger yang hanya kenal dia di media sosial saja.

Beberapa hari aku dan dia tidak saling mengirim pesan lagi, aku juga malu untuk mengirim pesan ke dia. Takutnya aku disangka terlihat mengejar dia. Tapi memang sih, hahaha. Mungkin sekitar 3 hari pas aku istirahat siang, bergegas mengambil handphone di loker, wah ternyata ada notifikasi pesan yang masuk, dan ternyata itu dari dia. “pian, aku lagi ada dikantormu ada kegiatan” ujarnya. Pas baca pesan itu aku dengan sangat cepat membalas pesannya “lantai berapa? Acara apa?” balasku dengan cepat. Tapi sayangnya dia hanya membaca tapi tidak membalas. Dipikiranku saat itu, mungkin aku kehilangan kesempatan lagi untuk bertemu dia, padahal dia sudah ada ditempat yang sama denganku saat itu. Yah mungkin bukan jodoh untuk ketemu kesekian kalinya.

Singkat cerita, saat yang tak pernah aku sangka, aku bertemu dia disuatu tempat, dengan kegiatan yang sama. Nah, saat itu aku berpikir, mungkin ini adalah waktu yang paling tepat setelah waktu yang gagal sebelumnya. Di tempat itulah awal mulanya aku mulai bebricara dengan dia walaupun masih topik seputar pekerjaan. Beberapa hari kemudian, kami berdua keluar untuk makan malam seusai jam kantor. Dan pertemuan yang semakin intense itulah yang mungkin membuat aku yang awalnya mengangguminya kemudian aku benar – benar menyukainya. Namun aku tak berani mengutarakan perasaanku ini kepadanya.

Satu bulan telah berlalu, hampir setiap hari aku dan dia bertemu. Suatu waktu, aku berani menyatakan perasaanku ke dia. Mungkin ini yang dinamakan ekpektasi yang tak sesuai dengan realita, iya dia ternyata hanya menganggapku tak lebih dari sekedar teman saja. Iya, sedih!!! Orang yang selama ini aku kagumi hanya menganggapku seorang teman. Tapi aku tak bisa apa – apa. Aku tak bisa memaksakan orang untuk menyukai. Iya mungkin benar kata orang, tidak semua rasa akan terbalaskan, baik kepada kita belum tentu dia juga memiliki rasa yang sama. Ya sudah, aku bisa apa saat itu. Aku memutuskan untuk pergi tapi itu mungkin sebuah keputusan yang salah buatku. Ternyata, aku memang masih menyukainya sampai saat aku menulis cerita ini hari ini.

Sekarang aku dan dia tidak lagi sama, obrolan kami hanya sekedar basa basi, mungkin ini salahku yang memutuskan untuk pergi. Mungkin ini karena sifat egoisku sehingga dia tak menyukaiku lagi. Aku dan dia di bulan november tak lagi sama dengan dia dan aku dibulan agustus. Kami tak lebih dari hanya orang asing yang tak lagi saling mengenal. Memang berat rasanya mengambil keputusan ini, tapi untuk apa jika hanya aku sendiri yang berjuang. Untuk apa juga memperjuang orang yang sama sekali tidak ada rasa peduli. Tapi,bagaimana jika dia yang membuatku sedih tapi ternyata dia sumber bahagiaku ? aku bisa apa saat ini. Dia juga hanya menerima dengan senang hati keputusan ini tanpa menyanggah sedikitpun. Mungkin itu pertanda bahwa memang aku yang harus tahu diri. Sekarang aku ingin mendengar suaranya pun aku takut untuk mengatakan, apalagi meminta dia untuk bertemu. Akhirnya, aku sudah tak punya orang yang selalu ada untuk aku. Di kota ini, aku merasa sendiri lagi. mungkin aku kurang beruntung dengan nama tersebut, akhirnya kisah ini berakhir pada orang yang berbeda namun dengan sifat sama.... tetntu akhir yang sama menyedihkan...

“pernah merasa kurang, ketika ada hari tanpa mata yang saling memandang. Namun itu dulu. Perna merasa cemas, ketika sebuah pesan yang lama terbalas, namun itu dulu. Pernah sebegitu rindu, sekalipun baru saja bertemu, Namun itu dulu. Pernah sebegitu bermimpi, bahwa nanti dalam setiap bait – bait doa yang aku rapikan, kamu adalah orang yang senantiasa meng-aminkan, namun itu dulu. Kini, kamu adalah kurang, yang tidak akan lagi lebih di mataku sekarang. Kini, kamu adalah cemas, yang memang seharusnya untuk aku lepas. Kini, kamu adalah rindu, yang tidak ingin lagi ku wujudkan dalam sebuah temu. Kini, kamu adalah mimpi dan akan tetap jadi mimpi yang tak lagi punya arti. Karena pada akhirnya, aku memilih berhenti, sebab ada seseoramg yang kamu anggap lebih berarti. Pada akhirnya, aku memilih rela, sebab ada seseorang yang kamu anggap lebih bisa membuatmu tertawa dalam bahagia. Dan pada akhirnya, aku mengaku kalah,karena dia adalah rumah yang kamu anggap lebih indah. Karena pada akhirnya kita kembali lagi seperti dulu, sebagai orang asing yang saling pergi dari hati masing – masing. Yang akhirnya terlepas.....”
Namun satu hal yang harus kamu ketahui, sampai saat ini rasa ini tetap sama walau aku yang mengambil keputusan ini. Iya, aku rindu !

1 komentar: