www.unm.ac.id |
ANDI SOPIAN
( 104704390)
C. 53
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Makassar
2011/2012
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kata filsafat berkaitan erat dengan segala sesuatu yang bisa difikirkan oleh manusia, bahkan tidak akan pernah ada habisnya. Karena itu hakikat filsafat disebut filsafat ( berfilsafat ). Berpikir secara filosofis mengandung dua kemungkinan, yaitu proses berpikir dan hasil berpikir. Filsafat dalam arti pertama adalah jalan yang ditempuh untuk memecahkan masalah. Sedangkan pada pengertian kedua, merupakan kesimpulan yang diperoleh dari hasil pemecahan masalah.
Istilah kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktek pendidikan. Dalam pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan sejumlah mata pelajaran lama, kurikulum merupakan kumpulan sejumlah mata pelajaran yang harus disampaikan oleh guru dan dipelajari oleh siswa. Pengertian kurikulum yang dianggap tradisional ini masih banyak dianut sampai sekarang, termasuk di Negara kita ini. Dalam pandangan yang muncul kemudian, penekanan terletak pada pengalaman belajar. Dengan titi tekan ini, kurikulum diartikan sebagai segala pengalaman yang disajikan kepada para siswa di bawah pengawasan atau pengarahan sekolah.
2. Rumusan Masalah
a) Bagaimana filsafat pendidikan dan sasaran pendidikan ?
b) Apa tujuan pendidikan nasional dalam Undang – Undang RI ?
3. Tujuan
a) Untuk mengetahui filsafat pendidikan dan sasarn pendidikan
b) Untuk mengetahui tujuan pendidikan nasional dalam Undang – Undang RI ?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Filsafat Pendidikan dan Sasaran Pendidikan
Bahasan pada bagian ini dibatasi pada manusia didik atau peserta didik sebagai sasaran pendidikan adalah bagian dari suatu proses yang diharapkan untuk menuju ke suatu tujuan, dan tujuan – tujuan ini diperintah oleh tujuan – tujuan akhir yang umum dan pada esensinya ditentukan oleh masyarakat, yang dirumuskan secara singkat dan padat seperti yang dikemukakan oleh Mohammad Noor Syam bertumbuh menjadi ke tingkat kedewasaan dan kematangan.
”… dan makna kedewasaan, kematangan…. Bersifat biologis jasmaniah atau rohaniah ( piker, rasa, dan karsa ) ataukah secara moral dalam arti bertanggung jawab, sadar-normatif. Ataukah semuanya persoalan ini sudah mencakup scope dan penegrtian tujuan pendidikan yang harus didasarkan pula atas system nilai dan asa – asas normative suatu kebudayaan….. dan masalah ini merupakan bidang filsafat pendidikan”
Manusia sebagai sasaran pendidikan dalam proses pertumbuhan ternyata tidak semua manusia berkembang sebagaimana yang diharapkan, sehingga lahirlah dalam pemikiran manusia beberapa problema tentang kemungkinan perkembangan manusia sasaran didik itu. Perkembangan manusia didik pada umumnya banyak ditentukan oleh potensi yang kodrati, alam sekitar dan factor ekstern utamanya adalah pendidikan. Untuk itulah lahirlah lembaga pendidikan, dimana mewujudkan dari potensi manusia sasran didik secara actual. Sedang filsafat pendidikan tak lain adala merupakan realisasi dari ide – ide filsafat dengan kata lain ide filsafat member asas kepastian bagi nilai peranan pendidikan bagi pembinaan manusia sasaran didik. Dengan demikian filsafat pendidikan merupakan pendorong adanya pendidikan, emnjadi jiwa dan pedoman asasi pendidikan.
Dalam mempertimbangkan sasaran didik begitu banyak yang dianggap penting untuk dipelajari, khususnya kehidupan sasaran didik yang dewasa ini cukup kompleks serta terbatasnya waktu untuk mempelajarinya, mengkajinya, sehingga dirasa sulit untuk memilih dan memutuskan atau memantapkan atau menetapkan sasaran mana yang dianggap paling baik bagi sasaran didik.
Dari pandangan singkat yang dikemukakan oleh C. M. Lindvall tadi memberikan isyarat bahwa kegiatan proses pendidikan melalui pendekatan belajar mengajar secara efektif, maka ada beberapa factor yang harus diperhatikan, yaitu :
a) Perlunya diperhatikan mengenai cara – mcara berpikir seperti halnya perasaan yang terkandung dalam diri peserta didik, tingkah laku yang baik bagi peserta didik dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini dikaitkan dengan tujuan pendidikan itu sendiri, untuk membantu sesorang peserta didik menjadi manusia yang baik dan berguna
b) Memilih sasaran atau objek yang tepat terutama materi yang akan diberikan kepada peserta didik.
c) Pemilihan sasaran didik dalam kegiatan proses belajar mengajar terutama dalam cara mendidik dan cara mengajar peserta didik yang berhubungan dengan tujuan yang akan dicapai.
d) Di dalam memilih objek sasaran pendidikan tentu harus dikaitkan dan dipikirkan hubungannya dengan filsafat pendidikan dari lembaga pendidikan yang bersangkutan. Dan filsafat pendidikan yang tentu berhubungan dengan masalah konsep “good person” perlu dicoba dikembangkan
e) Pemilihan sasaran pendidikan dalam hubungannya dengan masalah teori belajar.
Uraian singkat tadi merupakan petunjuk bahwa di dalam menentukan sasaran pendidikan dalam kegiatan belajar mengajar hendaknya selalu menghubungkannya dengan latar belakang berdirinya lembaga pendidikan yang bersangkutan dan tentunya pula dilandasi oleh suatu pemikiran yang mendalam dalam hubungannya dengan dasar pendidikan secara nasional yakni pancasila. Demikian pula tujuan pendidikan harus selalu ada keterkaitannya dengan sifat – sifat kurikulum yang digunakan termasuk isi pengajarn yang direncanakan. Juga kurikulum dan sasaran pendidikan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Sasaran pendidikan itu harus selalu mempunyai dasar yang sama dengan kebudayaan di masa mendatang terutama sekali dalam keterlibatan masyarakat peserta didik terhadap bagian – bagian dasar kebudayaan, ilmu pengetahuan, seni, moral, dan agama.
Selanjutnya agar manusia itu memiliki sikap hidup dan pendirian yang mantap, tetap, dan tegas serta tidak mudah tergoyah oleh peradaban dan kebudayaan yang dating dari luar, makan filsafat pendidikan memiliki peranan utama untuk memilihara dan melestarikan peradaban dan kebudayaan yang sudah baik dan kemudian memfilter serta mebendung peradaban dan kebudayaan yang dating dari luar yang dapat merusakkan nilai – nilai moral bangsa khususnya sasaran didik yang ada dan baik. Hal ini yang akan ditelaah lebih jauh unutk lebih memahami tujuan pendidikan pendidikan ideal bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang dasar 1945 dan dalam pelaksanaannya antara lain diatur Undang – Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional.
2. Tujuan Pendidikan Nasional
Dalam Bab II dasar, fungsi dan tujuan pada pasal 3 menyebutkan bahwa: “… pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka memcerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan unutuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Dan agar manusia yang dibentuk melalu pendidikan menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa ( beragama ), berakhlak mulia, berilmu, kreatif, mandiri, demokratis serta bertanggung jawab tidak terjerumus dan rusak atau krisis dalam segala hal maka perlu dipikirkan dan diarahkan serta dicarikan jalan keluar dari pengaruh negative akibat masuknya peradaban dan budaya asing serta akibat majunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat merusak peradaban, budaya dan moral bangsa. Dengan demikian manusia sasarn didik sebagai manusia beragam dan berbudaya adalah merupakan hasil pembinaan melalui proses pendidikan dan pengajaran baik pada jalur formal, nonformal, dana dalam lingkungan keluarga atau informal.
Sesuai dengan tujuan pendidikan sebagaimana yang tercantum dalam Undang – Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional tersebut maka potensi peserta didik atau sasaran didik yang perlu dikembangkan melalui pendidikan agar menjadi :
a) Manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Seorang yang beriman kepada Allah berate beriman terhadap keberadaan Allah, dan beriman terhadap segala sifat dan kekuasaanya – Nya. Percaya bahwa Allah Maha Pencipta, Maha Kuasa, Maha Penentu, dan sebagainya. Banyak orang yang berkata dan percaya tentang adanya Allah, bahwa dia yang menciptakan semua mahluk tapi masih kurang kurang percaya bahwa Allah berkuasa menentukan nasib seseorang, maka orang tersebut masih merasa perlu meminta kepada dukun, kuburan, punden, dan sebagainya.
b) Manusia Berakhlak Mulia
Penanaman atau internalisasi nilai – nilai akhlak mulia melalui nilai etika, budi pekerti, dan nilai moral menjadi semakin penting untuk dimantapkan dan dipotimalisasikan dalam pendidikan guna menangkal nilai – nilai yang mungkin tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia terutama dalam masalah moral dan akhlak yang cukup serius. Jika hal ini dibiarkan dapat menghancurkan masa depan bangsa, lebih – lebih sebagai akibat arus globalisasi dan budaya yang longgar karena proses globalisasi. Praktek hidup yang meyimpang dan penyalahgunaan kesempatan serta merugikan orang lain kian sadis dan perampasan hak – hak manusia pada umumnya mengatasi kenyataan itu, tidak cukup dengan uang, ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi harus dibarengi dengan penanganan di bidang mental spiritual dan akhlak yang mulia.
c) Manusia Berilmu
Berbagai contoh peristiwa alam dan benda – benda yang ada di dunia, tidak dapat dipikirkan dan diolah oleh manusia untuk kepentingan hidupnya dan memperkuat imannya. Manusia sebagai mahluk berakal, dimulainya mengamati sesuatu. Hasil pengamatan itu diolah sehingga menjadi ilmu pengetahuan. Dengan ilmu pengetahuan yang ada kemudian dirumuskan menjadi ilmu baru yang akan digunakannya dalam usaha unutuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan menjangkau jauh di luar kemampuan fisiknya. Demikian banyak hasil kemajuan ilmu penegtahuan yang membuat manusia dapat hidup menguasai alam ini.
d) Manusia Kreatif
Manusia berperilaku kreatif adalah dari hasil pemikirann kreatif. Oleh karena itu, hendaknya dalam system pendidikan dapat merangsang pemikiran, sikap dan perilaku kreatif dan produktif di samping pemikiran dan penalaran logis. Manusia kreatif adalah manusia yang kebiasaannya berpikir kreatif yang di dalamnya memiliki dua unsure sebagaimana yang dikemukakan oleh Robert W. Olson sebagai berikut : Manusia yang berpikir kreatif terdiri dari dua unsure yaitu kefasihan dan keluwesan. Kefasihan ditunjukkan oleh kemampuan menghasilkan sejumlah besar gagasan pemecahan masalah secara lancer dan tepat. Dan keluwesan pada umumnya mengacu pada kemampuan untuk menemukan gagasan yang berbeda – beda dan luar biasa untuk memecahkan masalah.
e) Manusia Mandiri
Mandiri atau kemandirian adalah sifat dari perilaku mandiri yang merupakan salah satu unsure sikap. Konsep sikap ada yang bersifat teoritik ada pula yang bersifat operasional. Dan kemandirian adalah bentuk sikap terhadap objek di mana individu memiliki independensi yang tidak terpengaruh oleh orang lain. Atau dapat pula dikatakan bahwa perilaku mandiri sebagai kebebasan seseorang dari pengaruh orang lain. Dan ini berarti bahwa orang yang berperilaku mandiri mempunyai kemampuan untuk menemukan sendiri apa yang harus dilakukan dan menentukan dalam memilih kemungkinan-kemungkinan dari hasil perbuatannya serta memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya tanpa harus mengharapkan bantuan dari orang lain.
f) Warga Negara yang Demokratis
Warga Negara yang demokratis adalah sebuah konsep dan makna bahwa setiap orang menghargai potensi, persamaan, dan kebebasan terdidik dalam upaya pengembangan potensi terdidik secara optimal kea rah pembentukan pribadi mandiri yang utuh.
g) Manusia Bertanggung Jawab
Di antara masalah manusia yang menjadi bahan perdebatan sejak dahulu hingga sekarang adala masalah tanggung jawab dalam semua aktifitas oleh siapa saja dan dimana saja. Sejauh mana tanggung jawab seorang suami kepada keluarganya. Alam konteks pendidikan yang menjadi tujuan dan cita – cita pendidikan “manusia bertanggung jawab” di mana dalam interaksi manusiawi berhadapan dengan kewjiban moral.kesediaan untuk menanggung segala akibat dari perbuatan yang menuntut jawab, merupakan pertanda dari sifat orang bertanggung jawab. Dan wujud perbuatan tanggung jawab adalah tanggung jawab kepada Tuhan. Tanggung jawab pada diri sendiri.
Oleh karena itu pengertian pendidikan dalam Undang – Undang RI No. 20 Tahun 2003 sebagai penyempurnaan dari Undang – Undang RI No. 2 Tahun 1989 yang menyebutkan bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana” menjadi sangat tepat dan diharapkan dalam pelaksanaan system pendidikan nasional bahwa hasil yang menggembirakan dalam hal potret manusia sasaran didik yang berkualitas untuk menghadapi era globalisasi di masa mendatang.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Hanya dengan pendidikan sasaran didik atau peserta didik dapat mempertahankan kehiduoan dan perkembangannya yang telah divapai. Dengan pendidikan mereka memperoleh dan memiliki keterampilan, pengetahuan, dan memperoleh jalan untuk memasuki dunia lingkungan perkerjaan sehingga mereka mampu mengerti dan memahami dan menguasai kondisi hidup dan sekaligus menjamin kelangsungan hidupnya. Atau dengan kata lain dengan pendidikan yang dipersiapkan dan direncanakan akan menjadikan sasaran didik mampu membangun dirinya sendiri dan mampu membangun lingkungan dalam susanan dami, bersahabat, solidaritas, dan penuh pengertian.
2. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat dengan usaha yang maksimal. Namun, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan artinya masih perlu untuk diperbaiki. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat kontrusktif sangat dibutuhkan untuk rekonstruksi makalah ini. Semoga dapat member manfaat dan menambah referensi ilmu pengetahuan Anda.DAFTAR PUSTAKA
Rujukan Internet :
http://kafeilmu.com/tema/filsafat-pendidikan-dan-kurikulum-paud.html diakses tanggal 10 Oktober 2011, Pukul 20:05
http://www.muniryusuf.com/pendidikan-karakter.html diakses tanggal 10 Oktober 2011, Pukul 20: 08
Tidak ada komentar:
Posting Komentar